Kamis, 24 Desember 2015

Nasib Senja

Hai.. Tuan pelantun nada sendu, langit biru cerah, apa kabarmu di surakarta?, apakah kau baik baik saja tuan? Lama tak kudengar kabar darimu, lama tak kudengar tawamu, sejak terahir kita bertemu disekolah itu. Apa kau sedang bersenang -senang? Atau sebaliknya? Ketahuilah senjamu disini , menunggumu , menunggu tuan untuk membuka hati untuk senja ini. Aku tahu, hati itu sesungguhnya telah terbuka, namun, senja ini tak bisa memaksa langit biru untuk melupakan matahari begitu saja, karena matahari pagi itu telah memberikan cerita tersendiri yang begitu berarti dalam kisahmu, langit biru. Dan aku sadar kalau senja ini hanyalah bayangan dari matahari itu tuan, Setidaknya terimakasih, kau telah sedikit memberikan keceriaan untuk senja ini.

Masa sekolah yang sungguh menyenangkan tak akan pernah bisa kulupakan apalagi dengan adanya sahabat sepertimu tuan, sosok langit biru yang selalu menemani senja untuk bisa membiaskan cahayanya hingga menjadi pancaran pembiasan yang begitu menawan setiap harinya. Pacaran cahaya yang diidam – idamkan setiap orang karena keindahannya yang selalu bisa memberikan semangat lewat hangatnya cahaya orens yang dibiaskan dengan birunya langit menjelang petang tiba, dan saat malam menyapa sang senja tak lagi Nampak, langit birupun sudah terselimuti oleh pekatnya waktu yang disebut orang barat dengan keterangan p.m. apalah daya senja jika memang kodratnya berjumpa dengan langit biru hanya sebentar, dan sang langit biru selalu lebih lama bertemu dengan matahari yang begitu cerah. Apalah daya sang senja yang hanya menjadi bayangan matahari dan langit biru dikala sang mentari mulai redup, berpamitan kepada langit biru untuk berlalu sejenak dan kembali lagi di esok hari yang indah. Setidaknya, mungkin itulah filosofi kisah yang pantas untuk cerita kita tuan.

Sepenggal kisah dikala SMA, haha.. aku masih ingat betul masa – masa aku bercanda, bertegur sapa, bertukar cerita dan tertawa denganmu , bahkan ketika airmataku harus menetes kau adalah orang yang selalu berhasil membuatku tertawa dengan bualan cerita kocak yang tercuap dari mulutmu yang begitu pandai merangkai kata. Dan saat aku benar – benar terpuruk kau selalu berhasil menjadi sosok Mario teguh dengan seribu motivasi yang kau lontarkan untukku. Bagaikan bung tomo ataupun bung karno dengan orasi – orasinya yang membangun semangat anak bangsa. Haha.. indah sekali masa itu bukan ?
Hingga aku kebablasan, kelewatan untuk tak membatasi hati ini yang perlahan berlari padamu tanpa sadar . membiarkan rasa ini tumbuh terlalu cepat dan dalam dihati kecilku. Membuatku ingin menjadi hal yang berarti lebih untukmu. Mengabaikan situasi dimana kau sudah memiliki matahari yang selalu kau ceritakan dengan bangga padaku, senja yang kau bilang menawan dan di idam – idamkan setiap orang. Begitu teropsesinya aku padamu hingga aku begitu bodoh untuk menyimpan rasa ini bertahun – tahun tanpa memperdulikan hatimu yang telah penuh oleh kisah mataharimu itu. Mengacuhkan kisahmu yang lebih lama bersama sang matahari tuan. Tanpa sadar perlahan hal itu merusak persahabatan indah diantara kita. Mengorak – arikkan sepenggal kisah tawa kita. Memporak – porandakan kisah dua sahabat yang sejak kecil mengukir cerita konyol bersama. Menjadikannya sebagai bumerang ditengah tawa kita saat itu.

Aku menyesal tuan. Tak seharusnya kuhaturkan rasa itu padamu saat kata LULUS kita terima kala itu, aku menyesal karena hal itu memberikan celah renggang diantara kita. Aku tersentak sadar kalau itu salah. Tak seharusnya aku merasakan hal itu.
Tahukah tuan, aku sangat merindukanmu dengan segala canda tawamu. Aku sangat merindukan hari – hari dimana tidak ada kata sungkan diantara kita untuk bertukar pikiran dengan cerita – cerita konyol setiap hari. Aku sangat merindukan saat dimana hanya waktu tidur yang memisahkan cerita harian kita. Akupun selalu berandai – andai kalau segalanya bisa kembali seperti dulu lagi tuan, masa dimana tiada hari tanpa menyedu secangkir capuchino dan mengumbar kisah – kisah dari yang paling bagus sampai yang paling konyol denganmu. Maafkan sahabatmu yang tak tahu diri ini tuan. Semoga kisahmu selalu menyenangkan dan tak akan kecewa lagi dengan sahabat – sahabatmu dan ceritamu akan semakin menarik ditambah dengan lantunan nada indah yang keluar dari petikan jari – jarimu yang lincah pada gitar kesayanganmu. Senja ini kini sudah sadar bahwa langit biru bukan ditakdirkan untuk menemani senja lebih dalam lagi, namun untuk menuntun matahari dengan kilauan cahayanya.

Mojokerto, 25 Desember 2015
@EMusfiatin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar